Nov 2, 2009

Hein Kaseke

Hein Kaseke

Tahun 1967 mulai melatih Musik Bambu dibeberapa tumpukan Musik Bambu di daerah Ratahan dan sekitarnya. Tahun 1980, penglihatannya tiba-tiba hilang. Tapi bukan berarti menyurutkanya untuk mendalami Musik Bambu. Kecintaaannya pada Musik Bambu makin menjadi-jadi. ”Mata buta bukan berarti akhir dari segala-gala.

Saya makin terpacu. Saya percaya semua yang terjadi so diatur yang Kuasa,” kata pria kelahiran Tousuraya 10 Desember 1947 ini. Tahun 1983, untuk lebih fokus pada pengembangan Musik Bambu, ia meminta pensiun dini sebagai pegawai negeri yang dilakoninya sejak tahun 1965. Kini, hidupnya tiada hari tanpa Musik Bambu baik sebagai pelatih, pengrajin maupun mengaranger lagu. Dan dari tangan suami Elisabeth Punuhsingon ini sudah 5 (lima) album kaset yang ia keluarkan antara lain: Album Rohani Musik Bambu Klarinet dan album Musik Klarinet bersama tumpukan Harapan Taruna Jaya Pangu Ratahan.
Dengan adanya penghargaan ini, dunia seni budaya Sulawesi Utara mendapat gairah baru. Saya percaya dengan adanya penghargaan ini akan memacu para seniman untuk terus berkarya bukan karena ada penghargaan tetapi karena adanya perhatian dan apresiasi dari para peminat seni budaya khususnya Institut seni Budaya sulawesi Utara. Saya bersyukur adanya seorang Benny Mamoto yang datang bagaikan mata air di tengah gurun pasir, yang memberi dahaga bagi para seniman tua seperti saya. Ini adalah adalah hadiah istimewa di hari ulang tahun saya yang ke 62. Makase Tuhan Yesus.


No comments:

Post a Comment

Nusantara bermazmur