Nov 27, 2022

Sitou Timou Tumou Tou

Sam Ratu langi adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang dikenal dengan filsafatnya : “Sitou timou tumou tou”.
Filsafat tersebut biasanya dijelaskan dalam kesatuan kalimat yang artinya : manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia.
Budayawan Jessy Wenas (alm) pernah memberikan penjelasan lebih detail filsafat bahasa Tombulu tersebut dengan menggunakan contoh-contoh dalam bahasa Tombulu.

Saya mencoba menjelaskan dalam versi yang lebih dapat dipahami, dengan perbandingan bahasa daerah lain.
Filsafat tersebut hanya berasal dari satu kata “Tou” yang artinya “orang”, sebagai contoh Tondano artinya orang danau.
Ternyata kata tersebut juga menyebar sampai ke Sulawesi Selatan , contoh Toraja yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja .

Kata Tou tersebut diberi imbuhan berupa awalan si, sisipan in (im) dan sisipan um.
Imbuhan kata tersebut terdapat juga dalam bahasa daerah lain.
Contohnya : Kumambang yang dari bahasa Jawa dari kata kambang artinya mengambang atau terapung.
Gumantung yang dari bahasa Sunda artinya tetap tergantung dan contoh lain dalam bahasa Bali tumurun dari kata turun yang artinya menjelma.

Dua kata terakhir dari filsafat Sam Ratulangi “ Tumou” dan ”Tou”, lazimnya dalam bahasa Tombulu merupakan sebuah kata ulang “tumoutou” yang artinya berkembang,bertumbuh.
Kata tersebut terdapat dalam Nyanyian Karema yang menceritakan asal usul suku Minahasa , pada syair Lumimuut diberi bekal biji-bijian yang nantinya bertumbuh (Tumoutou).

Jadi aslinya filsafat tersebut berbunyi “Sitou timou tumotou” yang artinya adalah Si orang itu (Sitou) , sudah lahir/hidup (timou), hendaknya tetap hidup dan berkembang ( tumoutou).
Ironisnya dalam masyarakat Minahasa kuno ,untuk manusia tetap hidup dengan baik harus mengorbankan hidup manusia lainnya karena adanya kebiasaan mamuis ( potong kepala).
Pada saat itu untuk membangun sebuah rumah baru diadakan upacara menancapkan tiang utama yang memerlukan korban kepala manusia sebagai persyaratannya. Selain itu saat pemimpin suku Minahasa meninggal maka perlu mengorbankan kepala pengawalnya untuk menemani perpindahan ke alam baka.

Jejak-jejak kebiasaan tersebut dapat dilihat pada Waruga-waruga tertentu.
Apabila terdapat waruga-waruga kecil di dekat waruga besar , maka waruga kecil itu adalah tempat untuk mengubur kepala pengawalnya.
Waruga adalah kuburan batu di Minahasa yang kependekan dari kata Wale (balai/rumah) dan Raga (tubuh).

Pada jaman itu pemerintah Kolonial Belanda melarang profesi Head Hunter karena melanggar Hak azasi Manusia.
Sebagai ganti korban kepala manusia untuk upacara membangun rumah baru dan mengantar kematian seorang pemimpin Minahasa,dengan memotong kepala babi.
Pada awalnya larangan tersebut sulit untuk di taati masyarakat sepenuhnya.
Coba bayangkan pemimpin Minahasa yang berpindah ke alam baka dengan sebuah kawalan,apakah mau berubah menjadi “ Aku ini sigembala babi?”

Larangan pemerintah Kolonial Belanda yang disertai sanksi hukuman membuat kebiasaan mamuis berangsur-angsur punah, tetapi yang paling efektif adalah ajaran yang memberi pengertian kepada masyarakat Minahasa.

Sam Ratulangi dapat disebut melakukan gebrakan yang kreatif yaitu memenggal kata “tumoutou” menjadi dua bagian “tumou” dan “tou” sebagai ganti kebiasaan memenggal kepala.
Sehingga arti yang mudah dipahami dari “Sitou timou tumou tou” adalah Manusia dilahirkan untuk membuat manusia lain dapat hidup dengan baik.

Nov 11, 2022

Tepukan Harmonis

Menyanyi adalah bermain melody dengan mulut sebagai instrumen musiknya.
Dapat bertepuk tangan secara teratur berarti mampu memainkan irama musik.
Hampir semua orang dapat bernyanyi dan bertepuk tangan, tetapi tidak semua orang dapat mengiringi sebuah lagu menggunakan akor atau menyelaraskan nada-nada musik.

Ada pendapat:
1. Harus mempunyai bakat atau feeling musik.
2. Harus menguasai instrument musik.
3. Harus belajar teori musik dan menghafal akor.
Tiga point di atas tidak mutlak harus dimiliki.

IKUTI PETUNJUK INI , maka kita akan langsung BISA mengiringi lagu.


Syarat dasarnya pakai BATIK
B Berhitung urut dan berulang contoh:(1,2,3,1,2,3,1,2,3,1,2,3 ), ( 1,2,3,4,1,2,3,4,1,2,3,4) dst.
A Arah , mengerti petunjuk ke kiri ,kanan , atas , bawah , atau arah mata angin.
T Tempo , dapat bertepuk tangan dengan teratur dengan cepat ataupun lambat.
I Imajinasi , dapat membayangkan posisi nada.
K Keseimbangan , dapat berdiri ,berjalan atau mengendarai sepeda (roda tiga).

Dengan Tepukan Arah Nada mengikuti lagu maka kita bisa mengiringi musik.
Tepukan Harmonis adalah tepuk tangan yang posisinya berpindah mengikuti Arah Nada (akor).
1. Tepukan Arah Nada adalah pelajaran dasar bermain musik Kolintang ,kita akan dapat langsung memainkan kolintang, tinggal mengganti jari-jari kita dengan pemukul kolintang.
2. Tepukan Arah Nada dapat di mainkan tanpa alat musik karena tubuh manusia merupakan alat musiknya dan kita dapat mendengar nada-nadanya di dalam hati kita.
3. Tepukan Arah Nada tidak harus mendengar bunyi, dapat diikuti hanya dengan meraba atau melihat.
4. Kode Arah Akor lebih mudah dipelajari dibanding menggunakan huruf atau angka, bahkan hewan juga dapat di arahkan tanpa belajar.

Contoh dalam lagu Topi Saya setiap 3x4 tepukan, arah akornya berpindah seperti ayunan bandul bergantian menuju ke kiri lalu kembali ke tengah.

Pelajari lebih lanjut ke bagian dua atau ke https://blog.kolintang.co.id
.

Nov 10, 2022

Tepukan Harmonis ( bagian dua )

Contoh berikutnya menggunakan lagu kedua Kodok Ngorek, selain menghitung tepukan kita dapat juga memperhatikan lirik lagu.
Pada saat liriknya menyebut kata kali posisi tepukan berpindah satu jengkal ke kiri atau menepuk dada kiri.

Sedangkan untuk lagu ketiga Jari dan jempol posisi tepukan berpindah ke kiri saat mencapai kata Selalu.

Lama kelamaan kita dapat merasakan perpindahan akor tanpa menghitung ketukan lagi.
Proses ini sama dengan juru masak yang dapat menggunakan perasaan untuk menaburkan garam ke masakan tanpa takaran sendok, sama juga dengan juru gambar yang dapat memperkirakan panjang garis tanpa menggunakan mistar.


Faedah Tepukan Harmonis atau Arah Nada:
1. Tepukan Arah Nada mencerdaskan karena membuat kita mengaktifkan otak dengan menghitung secara reflek.
2. Memicu imajinasi kita untuk memetakan posisi nada-nada, karena akornya bukan hanya arah kiri-kanan tetapi dapat berkembang menyebar dalam ruang tiga dimensi.
3. Konsep fokus di tengah dan bergerak seimbang antara kiri dan kanannya,dapat dipakai untuk kegiatan yang lain contohnya untuk menemukan solusi permainan Kubus Rubik, untuk navigasi perjalanan, untuk kesehatan dan berguna untuk melatih keseimbangan hidup.

Nov 4, 2022

Menyatukan seni dan sains dengan kolintang.

Musik adalah cabang seni yang berhubungan dengan nada dan irama. Nada adalah bagian dari sains karena berhubungan dengan jumlah getaran perdetik.
Jadi seni musik dan sains adalah satu kesatuan.
Namun, banyak orang memahami sains, tetapi tidak bisa bermain musik. Itu karena pengajaran musik menekankan penggunaan pendengaran, yang sulit dipahami dengan perhitungan dan logika.
Kolintang dapat menjadi solusi yang efektif mempelajari Sains dan Seni bersamaan.

Kolintang adalah budaya Indonesia yang berasal dari Minahasa Sulawesi Utara. Meskipun sudah beradaptasi dengan ajaran musik Barat, perkembangan instrument kolintang tetap berdasarkan hitungan tradisional Minahasa.
Menurut mitos, leluhur Minahasa adalah Karema, Toar dan Lumimuut yang merupakan personifikasi dari benda-benda langit.
Karema adalah Dewi Bintang yang menjodohkan Toar dan Lumimuut menjadi pasangan yang seimbang.Toar adalah Dewa Matahari yang menjadi pusat tata surya dan Lumimuut adalah Dewi Bumi yang berotasi mengelilingi matahari.

Toar mewakili bilangan ganjil yang mempunyai pusat ‘satu’ di tengah dan seimbang di kiri dan kanannya. 1 = 0+1+0 ; 3 = 1+1+1 ; 5 = 2+1+2; 7 = 3+1+3 ; 9 = 4+1+4
Lumimuut sebagai pasangan dari Toar mempunyai sifat berkembang dan menyebar seperti arah mata angin, mewakili bilangan genap angka empat dan delapan.
Karema sebagai perantara Toar dan Lumimuut, mempunyai sifat tarik-menarik, sebab-akibat (Karma), bolak-balik, mewakili bilangan genap angka dua. Sedangkan angka enam, meskipun bilangan genap tetapi dapat dipandang sebagai 3x2 dengan simbol Hexagram.

Desain ulang tangga nada diatonis mengikuti budaya Minahasa.
Dalam budaya Minahasa seperti pada karakter Karema terdapat keseimbangan dinamis dua hal yg berlawanan sepanjang waktu.
Dua hal yg berlawanan antara lain: Arah Kiri-kanan, atas-bawah, Pikiran(otak)-perasaan(hati), terpusat-menyebar,feminin-maskulin,flora-fauna,jasmani-rohani.
Budaya Minahasa dalam ungkapan bilangan,pertumbuhan lipat tiga (Kiri-Tengah-Kanan) akan terjadi kalau selalu menyertakan pangkal (satu) yang di tengah.

Mengukur nada dengan konsep keseimbangan gerak dipandu telapak tangan.
Kata "diatonis" berasal dari kata Yunani diatonos, yang artinya "merentang hingga ke ujung", seperti telapak tangan yang diregangkan seukuran satu jengkal.
Pada jaman itu muncul istilah Guidonian Hand (Guide = memandu), yang menggunakan telapak tangan untuk mengukur dan menandai nada musik.

Untuk menggambarkan hubungan seni dan sains:
Melody adalah langkah jiwa (psi Ψ) ke kiri dan kanan yang dapat dihitung jumlahnya.
Melody lagu mempunyai rumah (nada dasar= Do) yang posisinya di telapak tengah, ditandai dengan jempol kanan.
Akor adalah getaran kalbu. Akor adalah gabungan nada yang mempunyai interval yang dapat dihitung dengan jari.
Akor dua nada= gabungan jempol kanan dan kelingking kanan, ber- interval tiga jari.
Akor tiga nada mayor = Akor dua nada + nada di kelingking kiri, sela empat jari dari jempol kanan (satu jengkal).
Akor tiga nada minor = Akor dua nada + nada di jari tengah kiri, sela dua jari dari jempol kanan(setengah jengkal).

LAGU = RUTE PERJALANAN
Memainkan lagu seperti kita melakukan perjalanan dari rumah ke tempat tujuan dan/atau kembali ke rumah.
Memainkan akor seperti bandul yang mengayun dari tengah ke kanan dan ke kiri yang cenderung balik ke tengah atau seperti sirkulasi Matahari terbit-terbenam melewati tengah hari.
Arah gerakannya dapat dipandu oleh Simbol arah akor.
Simbol Arah mudah dikomunikasikan, bahkan hewan juga dapat mengerti arah.
Tunarungu menjadi dapat bermain musik melihat isyarat arah akor yang akan dipukul.
Akor yang menggunakan dapat dikendalikan gerakannya (dinavigasikan).

Manfaat menyatukan sains dengan seni:
1)Kita dapat mengoperasikan nada-nada secara matematika.
Misalnya: akor harmonis mayor adalah deret interval (4,3,2,4,3,2).
Akor harmonis minor adalah deret interval (2,3,4,2,3,4).
Akor empat nada adalah gabungan akor harmonis mayor+minor
2) Menjadi setara dengan bidang arsitektur yang juga menyatukan sains dan seni.
Satu nada mewakili titik, dua nada dapat membentuk garis,tiga nada membentuk bidang dan empat nada membentuk ruang.
Kita dapat memandang perpindahan antar akor seperti pewarnaan di bidang gambar.
Perpindahan antar warna primer dapat bergradasi melalui warna sekunder ,tersier atau warna-warna yang komposisinya diantara dua warna primer tersebut.
3) Musik menjadi dapat diajarkan tanpa instrument, cukup dengan tepukan telapak tangan dan hitungan jari.
Titik nada di telapak tangan dapat dipindahkan ke seluruh tubuh.
Akan menyenangkan dapat bermain musik dengan tubuh kita sendiri.
Kita dapat mendengarkan nada-nadanya lewat imajinasi atau suara hati kita.

Kesimpulannya: Hal ini adalah inovasi yang luar biasa dan merupakan Revolusi dibidang musik.
Caranya belajarnya mudah, semudah belajar berjalan bergerak maju, belok kanan dan kiri tanpa bantuan alat lain.
Ajaibnya, kita bisa langsung memainkan musik saat kita menjumpai alat musik.

Orang yang tidak menguasai musik dari sisi seni jumlahnya sangat banyak.
Kalau kita dapat memberikan pemahaman lewat ilmu pengetahuan, maka memberikan semua orang kesempatan yang sama untuk memahami musik.
Dampaknya, dapat memberantas buta musik (music illiteracy) dan mencerdaskan karena aktifitas otak kiri dan otak kanannya menjadi seimbang.

Diambil dari buku Maimo Kumolintang.
Maimo Kumolintang adalah ajakan untuk bergerak seimbang mengikuti norma yang lurus.
Maimo Kumolintang tidak hanya untuk keselarasan suara, tetapi juga keseimbangan sikap (tasawuth-tawazun).
Yang membuat kita menjadi lebih, cerdas dan bijaksana, sehat jasmani dan rohani.

Nov 3, 2022

Watu Pinawetengan

Peninggalan sejarah yang berhubungan dengan asal usul suku Minahasa, selain nyanyian Karema pada upacara Rumages adalah Watu pinawetengan.
Watu Pinawetengan (yang berarti Batu Tempat Pembagian) yang berada di Desa Pinabetengan Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Di tempat inilah bertemu sub etnis Minahasa yang meliputi suku Tontemboan, Tombulu, Tonsea, Tolour/Tondano, Tonsawang/Tombatu, Pasan/Ratahan, Ponosakan, Bantik dan Siau.
Selain membagi wilayah, para tetua suku-suku tersebut juga menjadikan tempat ini untuk berunding mengenai semua masalah yang dihadapi.

Goresan-goresan di batu tersebut membentuk berbagai motif ada yang berbentuk gambar manusia, laki-laki dan perempuan, motif daun dan kumpulan goresan tumpang tindih.
Pada saat batu Pinawetengan tersebut ditemukan tahun 1888, ethnografi masih sangat terbatas bila dibandingkan dengan jaman sekarang.
Tulisan-tulisan yang mencoba mengartikan Watu Pinawetengan antara lain dari J.G.F. Riedel yang menulis “ De Watu Rerumeran ne Empung " tahun 1896 dan J.Alb.T.Schwarz tahun 1905 dengan buku " Ethnographica uit de Minahassa ".

Yang paling mantap adalah penjelasan singkat dari Tonaas (pemimpin adat) JOEL LUMENTA dari Kanonang saat batu tersebut ditemukan.
Penjelasan Tonaas JOEL LUMENTA yang tentu dari cerita orang tua secara turun temurun mengartikan gambar segi tiga adalah atap rumah pemimpin tertinggi Minahasa dan arti tiga garis sejajar adalah simbol pintu masuk negeri .

Gambar atap rumah pemimpin tertinggi Minahasa yang berupa segitiga besar mengelilingi segitiga kecil yang dipusatnya terdapat titik merupakan simbol dari angka spesial Minahasa deretan bilangan 1,3 dan 9.
Deretan angka kelipatan tiga dengan yang favoritnya deret dengan pola segitiga Sierspinski merupakan ciri khas budaya Minahasa.

Deretan angka kelipatan tiga yang merupakan benang merah budaya Minahasa ada di:
• Siulan burung Manguni 1,3,9 sebagai petanda baik.
• Simbol ikat kepala Minahasa yang berupa gunung dan tiga gunung.
• Keturunan suku Minahasa dalam kelompok 2x9 , 3x7 dan 9x3.
• Jumlah sub etnisMinahasa yang dari 3 suku berkembang menuju 9 suku.
• Atap rumah segitiga, bintang Kateluan sebagai penanda di langit dan sampai ke jimat-jimatnya yang 9 simpul.

Bagaimana dengan Kolintang?
Maimo Kumolintang adalah ajakan untuk kembali ber tongtingtang mengikuti keseimbangan gerak Minahasa:
• Mengikuti konsep 1,3,9 yang mengikuti 1 sebagai nada dasar Root ( Tuur) di tengah.
• Menggunakan tangga nada yang dikembangkan dari tangga nada tritonis.

Keseimbangan gerak Minahasa mempunyai sifat holistik tidak terbatas untuk bermain musik, sehingga dapat dipakai sebagai pedoman menjalani hidup.

Maimo Kumolintang https://blog.kolintang.co.id

Nov 1, 2022

Upacara Rumages

Sumber utama Minahasa tentang agama adat, kepercayaan, seni, budaya, dan adat istiadat masyarakat Minahasa umumnya mengambil dari Lagu Karema pada upacara Rumages.
Cerita Toar dan Lumimuut dalam Upacara Rumages diambil dari buku " Uit Onze Kolonien" tulisan.H.Van Kol. terbitan tahun 1903.

Nyanyian Karema 3 nada dengan Tarian Mangorai dan Kolintang Gong


Bab/ Pokok Cerita /Keterangan Arah Gerakan dan Lokasi
I Asal Karema dari Batu meledak atau bintang jatuh (meteor)/ Atas ke Bawah Langit
I Karema melihat Bumi dan Matahari/ Kiri kanan dua arah
I Melihat Pohon Aren , sungai , laut mengalir/ rotasi Tenggara
I Melihat Pohon Asa (gelagah-tiwoho) , Tuis / rotasi Timur Laut
I Melihat tanaman Temulawak kencur ,sagu/ rotasi Barat Laut
I Melihat pohon Lontar(tikar),bambu / rotasi Barat Daya
I Karema mengundang Lumimuut Lumimuut ke Karema
I Lumimuut dan Karema bertemu Bersatu dalam gua
II Pertanyaan asal usul Lumimuut / Langit
II Lumimuut berasal dari 2 bukit bersinar dan awan pelangi /Kiri kanan Bumi
II Ibunya: Bulan, Ayahnya: Matahari / rotasi dan memusat Langit
II Bekal ibu di kanan Telur , bekal ayah di kiri biji2an / kanan kiri perahu
II Lumimuut dihanyutkan di dalam perahu yang di ayunkan ombak / Kanan-kiri-muka-belakang perahu
II Telur berkembang biak,biji2an tumbuh Berkembang/ Bumi
II Lumimuut dan Karema bekerja sama Bersatu/ ke luar gua
III Karema berdoa untuk jodoh Lumimuut /dari bawah ke atas
III Lumimuut berdiri menghadap arah /rotasi Tenggara
III Lumimuut berdiri menghadap arah /rotasi Timur Laut
III Lumimuut berdiri menghadap arah /rotasi Barat Laut
III Lahir anak Laki akibat angin barat / rotasi Barat Daya
III Diberi nama Toar dan di besarkan / Ke pusat
III Karema memberi Tongkat pohon Asa untuk Toar dan Tuis untuk lumimuut Tongkatnya sama tinggi
III Toar dan Lumimuut berpisah/ Ke kiri dan kanan
III Toar ,Lumimuut akan mengukur tinggi tongkat/ Mengukur ulang status
III Toar dan Lumimuut bertemu Tongkat/ Toar lebih pendek
III Toar dan Lumimuut menjadi suami istri /Berpasangan
III Karema Toar Lumimuut (Ka-To-Lu)/ Semesta
III Keturunannya anak 2x9, cucu 3x7, buyut 3x9


Karema di gambarkan sebagai bintang jatuh mempunyai arah gerak dari atas ke bawah, berdoa kepada Tuhan yang di atas , secara horizontal memisahkan - menyatukan Toar dan Lumimuut.Karema yang namanya mirip Karma adalah simbol dari bilangan dua dan bersifat feminin.

Lumimuut yang berasal dari dua bukit , melakukan gerak rotasi melewati 4 atau 8 arah mata angin adalah simbol bilangan genap dan bersifat feminin dan dikenal sebagai Dewi Bumi.Lumimuut berkata kepada Karema bahwa dengan kerja sama antar keduanya maka sudah genap dan bahagia.Tetapi Karema mengatakan belum seimbang sehingga perlu memohon pasangan untuk Lumimuut.

Toar yang berasal dari kata Tuur (pangkal) dan dikenal sebagai Dewa Matahari adalah pasangan Lumimuut yang merupakan simbol bilangan ganjil dan bersifat maskulin.

Sepanjang waktu terjadi dinamika ganjil-genap, memusat -menyebar,kiri-kanan,atas-bawah,yang di seimbangkan oleh hukum sebab akibat. Ada persamaan gender yang di gambarkan dari Karema yang memberi tongkat sama panjang kepada Toar dan Lumimuut. Ada perubahan status dari Toar yang semula adalah anak dan kemudian menjadi suami yang digambarkan dari ukuran tongkat memendek seperti memendeknya jarak matahari ketika tenggelam ke horizon (kaki langit).

Keseimbangan KATOLU ( KArema-TOar-LUmimuut) dalam simbol-simbol dalam kotak 3x3.

Simbol Karema ditempatkan di pusat sebagai penengah dari Toar dan Lumimuut yang di letakan di ujung atas kiri dan kanan. Simbol bekal Lumimuut biji-biji tanaman yang melambangkan perasaan diletakan di ujung kiri bawah. Sedangkan simbol telor hewan yang melambangkan pikiran diletakan di ujung kanan bawah.
Simbol-simbol di Kolom tengah dan Baris tengah adalah simbol keseimbangan dinamis yang selalu berubah sejalan dengan waktu. Dua tongkat yang tergabung menjadi satu membentuk Cross adalah keseimbangan irama.
Hexagram di pusat adalah simbol keseimbangan bilangan genap(angka enam) dan ganjil yang dipandang dari gabungan dua segitiga (3x2) yang juga merupakan keseimbangan trinada musik.



Nyanyian Karema berisi hal-hal baik tentang kesetimbangan angka,arah dan waktu. Namun pelaksanaan ritual yang menggunakan korban manusia dengan pemimpin upacaranya yang dalam keadaan kesurupan menjadikan kegiatan tersebut terlarang dan berimbas juga ke kolintang yang mengiringinya.
Rumages dari kata rages yang artinya korban.
Akibatnya, budaya kolintang menghilang dari Minahasa selama kurang lebih 100 tahun, kemudian muncul lagi dalam bentuk kolintang modern bernada diatonis dengan konsep pendidikan musik Barat.
Maimo Kumolintang adalah ajakan ber Tong Ting Tang atau bergerak setimbang mengikuti Root /Tu'ur / norma yang lurus.

Meluruskan pengertian budaya Minahasa dan Kolintang

1) *Pendapat bahwa agama asli Minahasa adalah animisme dan tidak ber Tuhan.*
Berdasarkan isi dari Nyanyian Karema yang dinyanyikan saat upacara suci Rumages, orang Minahasa kuno sudah berdoa kepada Empung Wailan Wangko (Tuhan yang Maha Besar). Data ini diteliti oleh penulis N. Graafland (tahun 1881)

2) *Pendapat bahwa budaya suku Minahasa masih terbelakang (primitif).*
Dalam buku Atlantis the Antediluvian World, Ignatius Donelly (1882), menuliskan bangsa-bangsa kuno yang menyembah Matahari mempunyai peradaban tinggi seperti Yunani Kuno,Mesir Kuno, Bangsa Maya di Amerika Tengah.
Menurut mitos leluhur Minahasa adalah Toar ( Dewa Matahari ) dan Lumimuut ( Dewi Bumi) yang di jodohkan oleh Karema ( Dewi Bintang). Dewa dewi tersebut adalah personifikasi dari benda-benda di langit yang menunjukkan bahwa orang Minahasa pada jaman dahulu sudah mengenal ilmu Astronomi.

Ide bahwa manusia adalah keturunan Bumi dan Matahari adalah pemikiran yang jauh ke depan dalam lingkup alam semesta. Kalau kita bertemu dengan mahluk dari Galaksi lain ( bayangkan seperti kita berada di dalam film Star Wars), cara memperkenalkan diri yang cerdas adalah mengatakan kalau kita keturunan Bumi dari sistim tatasurya ( Matahari), alih-alih memperkenalkan diri sebagai orang Jawa asal Salatiga.

3) *Pendapat bahwa Kolintang adalah budaya yang masih muda dan hanya pengaruh dari luar Minahasa.*
Kolintang sudah ada sejak terbentuknya suku Minahasa karena ada keturunan pertama dari Toar dan Lumimuut yang bernama Tingkulengdeng si dewa Kolintang. Berdasarkan karakter Tingkulengdeng di dapatkan hubungan antara keseimbangan gerak (hidup), keselarasan bunyi , keserasian bentuk , aturan arah dan angka-angka istimewa.
Dari Nyanyian Karema yang dinyanyikan pada upacara adat Minahasa Lumimuut sebagai bumi atau digambarkan berotasi mengikuti arah mata angin, yang disimbolkan dengan angka 4 dan 8. Karema dari katanya berasal yang mirip Karma yang berhubungan dengan sebab-akibat ,timbal balik merupakan simbol angka dua. Jodoh dari Lumimuut adalah Toar yang artinya pangkal tengah atau Dewa Matahari yang menyimbolkan bilangan yang ada satu di tengah dan simetris kiri kanannya atau bilangan ganjil dengan satuan tertinggi angka 9.

Cerita diatas cocok dengan ilmu Astronomi dari Sumeria dan Babilonia pada 3000 tahun SM yang menyangkut hubungan antara Chord ( tali busur) ,sudut putaran , dan perhitungan waktunya. Mereka memperhatikan jalur melingkar tahunan Matahari saat melintas langit ( Bumi) dan menemukan waktu 360 hari yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya. Ayat kitab Suci yang mengatakan : “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”. Ditafsirkan merujuk kepada ahli-ahli astronomi yang dianggap bijaksana karena dapat menghitung sirkulasi tatasurya dan memprediksi masa depan.

Kesimpulan dari cerita di atas seni musik yang berbasis Tonal system sudah ada dasarnya dalam budaya Minahasa kuno dalam bentuk keseimbangan gerak yang Root ( Tuur) nya di pusat. Nada-nadanya menggambarkan perkembangan keturunan Toar-Lumimuut yang berlipat tiga.

Kita juga mendapati bahwa macam-macam tangga nada adalah hasil penjumlahan sederhana menggunakan bantuan jari tangan. Sebagai catatan: kata *diatonis* dari bahasa Yunani yang artinya meregangkan, dalam hal ini meregangkan telapak tangan.

Lebih detail tentang Nyanyian Karema ke https://blog.kolintang.co.id Inovasi-inovasi lihat di buku Maimo Kumolintang

Apa kata dunia tentang Kolintang?

Kolintang adalah alat musik pukul yang susunan nadanya diatonis berasal dari Minahasa Sulawesi Utara. Dilihat dari susunan bilahnya terdiri dari:
Kolintang melody yang susunan bilahnya menyerupai susunan Piano atau Marimba.
Kolintang Pengiring dan Bas yang yang terdiri dari 25 bilah berjejer menyerupai Fret gitar senar tunggal dengan tangga nada kromatik.

Dalam hal instrument musik, kolintang hanyalah salah satu dari xylophone bernada diatonis dengan resonator palung yang banyak ditemukan di seluruh dunia. Setelah menyelesaikan konser INO diluar negeri terjadi beberapa kali transaksi antara penonton dengan musisi yang menjual alat musiknya, antara lain Sasando Nusa Tenggara Timur , Suling Sumatra barat , Kecapi Sunda karena keunikannya, namun hal ini belum pernah terjadi pada kolintang.

Pada tahun 1949 Carl Orff Komponis Jerman sudah membuat ansambel “10 instrumen kolintang” (Xylophone Palung) memainkan pertunjukan opera Antigonae. https://en.wikipedia.org/wiki/Antigonae#Instrumentation Tetapi setelah saat itu “Kolintang” (xylophone dengan resonator palung) masuk museum tidak digunakan lagi untuk konser–konser resmi, digantikan dengan xylophone dengan resonator tabung dan Marimba.

Xylophone dengan resonator palung telah turun tingkatannya menjadi alat pembelajaran musik setingkat Sekolah Dasar yang dikenal sebagai instrument Orff. Marimba dan Xylophone dengan resonator tabung dianggap mempunyai resonansi yang dapat dihitung dengan presisi menggunakan rumus matematika.

Mengenai bilah kolintang, para pengrajin kolintang saat ini baru mulai terbiasa dengan tuning digital menggunakan aplikasi Android sebagai ganti tuning dengan indra pendengaran. Pabrik Xylophone diluar negeri sudah melakukan double dan triple tuning. Jadi bilahan setelah dituning sekali , masuk ke tahap double tuning menyelaraskan suara sampingan (overtone) ,bahkan ke tahap triple tuning.
Melihat cara tuning pengrajin Kolintang yang masih primitif mereka akan menutup sebelah mata, dan mereka akan menutup mata sebelah matanya lagi jika mengtahui Kolintang dimainkan menggunakan teori musik Barat.

Para mahasiswa musik dari luar negeri umumnya akan datang ke Indonesia mempelajari sesuatu yang sulit didapat dari negeri asal mempelajari alat musik Sunda, Jawa atau Bali dengan tangga nada yang unik.

Apa strategi Kolintang untuk menarik perhatian dunia? Kita sudah menunjukkan kalau kolintang dapat menandingi dan mengcover lagu-lagu klasik Barat yang sulit dimainkan. Kita juga sudah melakukan langkah baik dengan menggemakan kolintang diseluruh penjuru nusantara dan dunia.
Menurut DR. Etnomusikologi Franki Raden kita harus menawarkan sesuatu yang tidak biasa mereka dengar di negara mereka, sesuatu yang unik yang membuat mereka berminat mempelajari Kolintang secara akademis. Nah…., bagaimana ?

Kita harus meluruskan anggapan yang salah tentang Minahasa dan budaya kolintang. Baru setelah tahap edukasi, dunia mengerti bahwa kolintang adalah budaya yang unggul.
Untuk membuka mata dunia, kami menyusun sebuah buku berjudul Maimo Kumolintang yang dapat menunjukkan keunikan kolintang.

Budaya Kolintang Minahasa sejauh yang kami ketahui sudah berusia ribuan tahun, bisa jadi lebih kuno dari budaya di pulau Jawa dan Bali. Dibawah ini testimoni dari professor Marimba tentang buku Maimo Kumolintang.
https://en.wikipedia.org/wiki/Fran%C3%A7ois_Du_Bois

Nusantara bermazmur