1) *Pendapat bahwa agama asli Minahasa adalah animisme dan tidak ber Tuhan.*
Berdasarkan isi dari Nyanyian Karema yang dinyanyikan saat upacara suci Rumages, orang Minahasa kuno sudah berdoa kepada Empung Wailan Wangko (Tuhan yang Maha Besar).
Data ini diteliti oleh penulis N. Graafland (tahun 1881)
2) *Pendapat bahwa budaya suku Minahasa masih terbelakang (primitif).*
Dalam buku Atlantis the Antediluvian World, Ignatius Donelly (1882), menuliskan bangsa-bangsa kuno yang menyembah Matahari mempunyai peradaban tinggi seperti Yunani Kuno,Mesir Kuno, Bangsa Maya di Amerika Tengah.
Menurut mitos leluhur Minahasa adalah Toar ( Dewa Matahari ) dan Lumimuut ( Dewi Bumi) yang di jodohkan oleh Karema ( Dewi Bintang).
Dewa dewi tersebut adalah personifikasi dari benda-benda di langit yang menunjukkan bahwa orang Minahasa pada jaman dahulu sudah mengenal ilmu Astronomi.
Ide bahwa manusia adalah keturunan Bumi dan Matahari adalah pemikiran yang jauh ke depan dalam lingkup alam semesta.
Kalau kita bertemu dengan mahluk dari Galaksi lain ( bayangkan seperti kita berada di dalam film Star Wars), cara memperkenalkan diri yang cerdas adalah mengatakan kalau kita keturunan Bumi dari sistim tatasurya ( Matahari), alih-alih memperkenalkan diri sebagai orang Jawa asal Salatiga.
3) *Pendapat bahwa Kolintang adalah budaya yang masih muda dan hanya pengaruh dari luar Minahasa.*
Kolintang sudah ada sejak terbentuknya suku Minahasa karena ada keturunan pertama dari Toar dan Lumimuut yang bernama Tingkulengdeng si dewa Kolintang. Berdasarkan karakter Tingkulengdeng di dapatkan hubungan antara keseimbangan gerak (hidup), keselarasan bunyi , keserasian bentuk , aturan arah dan angka-angka istimewa.
Dari Nyanyian Karema yang dinyanyikan pada upacara adat Minahasa
Lumimuut sebagai bumi atau digambarkan berotasi mengikuti arah mata angin, yang disimbolkan dengan angka 4 dan 8.
Karema dari katanya berasal yang mirip Karma yang berhubungan dengan sebab-akibat ,timbal balik merupakan simbol angka dua.
Jodoh dari Lumimuut adalah Toar yang artinya pangkal tengah atau Dewa Matahari yang menyimbolkan bilangan yang ada satu di tengah dan simetris kiri kanannya atau bilangan ganjil dengan satuan tertinggi angka 9.
Cerita diatas cocok dengan ilmu Astronomi dari Sumeria dan Babilonia pada 3000 tahun SM yang menyangkut hubungan antara Chord ( tali busur) ,sudut putaran , dan perhitungan waktunya.
Mereka memperhatikan jalur melingkar tahunan Matahari saat melintas langit ( Bumi) dan menemukan waktu 360 hari yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya.
Ayat kitab Suci yang mengatakan : “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”. Ditafsirkan merujuk kepada ahli-ahli astronomi yang dianggap bijaksana karena dapat menghitung sirkulasi tatasurya dan memprediksi masa depan.
Kesimpulan dari cerita di atas seni musik yang berbasis Tonal system sudah ada dasarnya dalam budaya Minahasa kuno dalam bentuk keseimbangan gerak yang Root ( Tuur) nya di pusat.
Nada-nadanya menggambarkan perkembangan keturunan Toar-Lumimuut yang berlipat tiga.
Kita juga mendapati bahwa macam-macam tangga nada adalah hasil penjumlahan sederhana menggunakan bantuan jari tangan.
Sebagai catatan: kata *diatonis* dari bahasa Yunani yang artinya meregangkan, dalam hal ini meregangkan telapak tangan.
Lebih detail tentang Nyanyian Karema ke https://blog.kolintang.co.id
Inovasi-inovasi lihat di buku Maimo Kumolintang
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Daeng Soetigna adalah tokoh angklung modern yang pada tahun 1938 berhasil membuat angklung diatonis yang digubahnya dari angklung tradisiona...
-
Link ini https://www.youtube.com/watch?v=FSDTQXK9jds adalah video pemain perkusi bernada memainkan lagu klasik yang temponya cepat, The...
-
Pada jaman dahulu didaerah Minahasa Propinsi Sulawesi Utara ada sebuah desa yang indah bernama To Un Rano yang sekarang dikenal dengan nama ...
No comments:
Post a Comment