Pada awal produksi Kolintang
di pulau Jawa,Petrus Kaseke mengalami keterbatasan modal karena statusnya yang
masih mahasiswa di UGM Yogyakarta
,sehingga cara mendapatkan bahan baku kayu kolintang dengan menawarkan jasa
memangkas segala jenis pohon secara gratis kepada pemilik pemilik rumah yang
mempunyai pohon rindang dan memanfaatkan
hasil pangkasannya untuk membuat kolintang.
Dengan berkembangnya musik kolintang di pulau jawa, yang mempengaruhi penghasilan dari usaha kolintang, Petrus Kaseke mempunyai modal untuk mengadakan riset dan survey untuk memilih kayu yang ideal untuk dibuat bilahan kolintang.
Berbagai macam kayu dicoba untuk
mendapatkan kayu bilahan kolintang yang ideal, selain kayu yang ada di pulau
Jawa,Petrus Kaseke juga mencoba jenis jenis kayu dari luar pulau.
Khusus dari Minahasa bukan hanya kayunya,
bahkan pengrajin pengrajinnya didatangkan ke Jawa tengah untuk membantu
produksi.
Bersama pengrajin kolintang dan pemain kolintang Minahasa th80an |
Beberapa kayu yang dicoba antara lain,kayu sono (Dalbergia/Rosewood)yang sering dipakai sebagai kayu bilahan
marimba,kayu kelapa,kayu aren, kayu-kayu yang ada di Minahasa antara lain kayu cempaka,bandaran,wenang(benuang),kayu tolor serta kayu Waru dari pulau Jawa.
Kesimpulan dari riset dan survey tersebut
,pada dasarnya semua kayu yang padat akan menghasilkan bunyi yang hampir sama , jadi tidak dapat dipilih kayu ideal untuk
alat musik kolintang berdasarkan warna(ciri khas) suaranya.
Kayu yang berserat lurus,lebih mudah untuk dijadikan bilahan dan di laras (tuning/stem),dibanding dengan yang seratnya bengkok atau bermata kayu.Kayu yang
lebih padat atau keras lebih mudah menghasilkan nada yang lebih tinggi.Warna suara selain ditentukan dari jenis kayu ,juga ditentukan oleh resonator dan bahan pemukulnya (mallet /sticks).
Dari kesimpulan di atas akhirnya ‘untuk
produksi di pulau Jawa’ dipilih kayu Waru karena:
1)Dapat menghasilkan ambitus(rentang
nada) yang lebar .
2)Tersedia bahannya untuk di produksi secara massal,karena kayu Waru juga merupakan jenis kayu bahan bangunan di Jawa Tengah.
3)Memenuhi standar persyaratan kekuatan dan keawetan kayu.
4)Tidak terlalu keras sehingga mudah dibentuk ,tetapi tidak terlalu lembek.
2)Tersedia bahannya untuk di produksi secara massal,karena kayu Waru juga merupakan jenis kayu bahan bangunan di Jawa Tengah.
3)Memenuhi standar persyaratan kekuatan dan keawetan kayu.
4)Tidak terlalu keras sehingga mudah dibentuk ,tetapi tidak terlalu lembek.
Sebetulnya hal yang lebih penting bukan
jenis kayu,tetapi sebagai alat musik tentunya lebih ditekankan nada instrument
tersebut agar selaras(tidak fals),dan supaya selaras nadanya harus di stem
(tuning ) dengan benar.
Dalam kurun waktu 50 tahun memproduksi kolintang,sudah banyak alat musik yang dilaras (stem/tune) oleh Petrus kaseke,baik instrument musik yang baru dibuat maupun instrument yang di tuning ulang.
Dari pengalaman melaras ‘jutaan’ nada
,Petrus Kaseke memberikan tips untuk melaras (tuning)kolintang yang efisien dan
efektif sebagai berikut:
1.Mengerti menggunakan alat Tuning
(Tuner).
Pada masa belum ada tuner elektronik
,nada kolintang di laras dengan membandingkan (patokan) nada yang didengar dari
garputala,sehingga diperlukan keahlian membandingkan nada dengan pendengaran.
Sekarang sudah ada tuner elektronik dan
komputer yang memudahkan proses tuning, karena untuk melaras nadanya sudah
menggunakan indra penglihatan ,yang melihat kesesuaian nada pada layar alat
tuner,meskipun demikian sampai saat ini alat tuner yang ada dipasaran ‘belum
sempurna untuk melaras kolintang’ dengan benar terutama untuk nada nada tinggi
sehingga tidak dapat mempercayakan ketepatan laras nadanya dengan indra
penglihatan saja ,masih diperlukan check ulang dengan indra pendengaran.
2.Memahami kondisi dan sumber kayu
Bilahan Kolintang.
Untuk melaras nada kolintang harus
mengetahui sumber bahan yang akan dilaras ,kalau kayunya masih berkadar air
tinggi (diatas 15%),maka tidak lama nadanya akan berubah setelah kadar airnya
menyesuaikan kondisi sekitarnya.Kalau kayu kolintangnya dari sumber yang
berbeda,kemungkinan kadar airnya bervariasi yang menyebabkan perubahan nadanya
tidak seragam.
3.Memperhitungkan kondisi saat menyetem
kolintang (musim kemarau ,musim penghujan,atau lainnya).
Secara alamiah nada kolintang akan
berubah ubah tergantung cuaca,pada musim kemarau nada akan naik dan pada musim
penghujan nada akan turun.Perubahan nada karena cuaca berlaku untuk banyak alat
musik (kecuali alat musik digital),bahkan produsen xylophone belum dapat
menghasilkan instrument yang stabil
nadanya terhadap cuaca,meskipun sudah bereksperimen mengganti bilahannya dengan
bahan sintetis.Disini kita harus menyiasati agar sesedikit mungkin bilahan yang
dilaras karena perubahan cuaca,karena kalau terlalu sering dilaras selain
membuang banyak energi ,bilahan kolintang akan habis mengingat cara melarasnya
adalah memotong pendek atau menipiskan kayu bilahannya.
4.Menggunakan standar tuning A=440 dan A=442
Seperti yang kita ketahui standar tuning
alat musik disesuaikan dengan frekwensi nada A=440 Hertz ,tetapi ada juga yang
menggunakan standar frekwensi nada A=442 Hertz.Pada kenyataannya hanya
telinga-telinga yang terlatih saja yang dapat membedakan selisih nada 2 Hertz
tersebut.
Memperhatikan point-point diatas ,Petrus
Kaseke melaras bilahan kolintang menggunakan
2 macam standar tuning yang disesuaikan dengan kondisi cuacanya
contohnya pada musim kemarau dilaras dengan standar A=440 sehingga pada saat musim
penghujan nada akan naik .
Dengan pemilihan sumber kayu dan kadar
air yang sama,bilahan kolintang akan naik nadanya secara merata ,sehingga
Petrus Kaseke hanya melaras beberapa bilahan-bilahan yang bandel.Dengan
berjalannya waktu bilahan bilahan bandel tersebut sudah dapat menyesuaikan diri
dengan cuaca sehingga semakin sedikit bilahan bilahan yang harus dilaras ulang
karena kondisi cuaca yang berubah.
Strategi tuning di atas cukup efektif
,sebagai suatu bukti Group Musik Indonesian National Orchestra yang mana
anggota-anggotanya menggunakan alat musik dari berbagai daerah di Indonesia
,menggunakan kolintang Petrus kaseke sebagai patokan penyeragaman laras untuk alat
alat musik yang lain,kalau nadanya fals dan tidak stabil tentu tidak dipercaya
sebagai patokan.
@kolintang