Karakter nada musik kolintang asli
Minahasa dalam INO.
INO(Indonesian National Orchestra) adalah group musik yang
anggotanya beragam pemusik pemusik dari seluruh Indonesia,dimana keunikannya
adalah mencoba menyatukan budaya-budaya musik dari seluruh daerah di Indonesia
"tanpa menghilangkan" identitas asli daerah tersebut,menjadi kesatuan
orkes yang harmonis.
Susah menyatukan permainan musik ,dimana instrument
instrument masing-masing daerah tersebut dibuat seperti apa adanya tanpa
merubah warna suaranya,frekwensi nadanya,maupun tangga nadanya,kecuali beberapa
alat musik yang memang biasanya diselaraskan.
Karena karakter musik masing-masing daerah juga dicoba
dipertahankan, membuat semakin sulit lagi menyatukannya ,sehingga tidak dapat
dibuat partitur secara detail,hanya dibuat giliran-giliran main ,supaya ada
kesempatan menonjolkan alat musik masing-masing daerah,karena kalau semua
berbunyi akan tenggelam suaranya.
Sebagai pemersatu yang paling logis tentunya adalah
irama(ritme),meskipun menjadi rumit karena kadang-kadang harus menggunakan
poliritmik(bermacam-macam irama yang disatukan).
Supaya dapat bersifat universal maka harus menggunakan
komunikasi non-verbal,tanpa kata-kata(kalaupun ada lirik lagu,fungsinya hanya
didengar bunyi-bunyiannya yang tidak memberikan arti bahasa verbal).
Saya yang terbiasa main musik dengan aturan-aturan permainan
musik barat (pakai partitur,ada melody,chord dll) menjadi kagok dengan aturan
baru :"mainkan saja musikmu ,tidak ada yang salah atau benar,yang ada
adalah enak atau tidak enak,cocok atau tidak cocok".
Meskipun dibilang oleh pimpinan :"bebas...,mainkan saja
improvisasimu ,jangan takut salah" ,tapi kalau dia rasa mainnya tidak
pas,tetap saja di omelin :(
"Nah loh ...bagaimana caranya berimprovisasi bebas tapi
selaras?",ada yang bilang lebih gampang ikut jams session pada group musik
jazz karena batasan-batasannya lebih jelas dibandingkan berkolaborasi dalam
group INO.
Waktu anak saya bergabung pertama kali dengan INO,di sela
sela jam istirahat dia berkata: "Papa ,aku bisa tahu daerah asal
orang-orang yang meniup suling tanpa melihat pemainnya cukup dari mendengar
tiupannya."
Dia mengidentifikasikan pemain suling asal Tapanuli dari
hembusannya yang menggebah-gebah seperti cara bicaranya,pemain suling Sunda
dari cengkok-cengkoknya ,dan pemain musik asal Bali yang meniup khas dengan
napas yang tidak terputus.
Sekarang giliran kolintang,bagaimana cara mengidentifikasi
kolintang dari bunyinya?
Kolintang jaman sekarang yang mempunyai bilah-bilah
chromatic 12 nada dan lebih bebas untuk memainkan segala macam lagu ,namun
justru membuat saya kesulitan membentuk karakter nada musik kolintang di
INO,karena nada kolintang tidak spesifik seperti nada gamelan yang memiliki
frekwensi nada unik.
Saat saya membunyikan phrase lagu-lagu daerah Minahasa yang
populer mewakili kolintang(seperti Sayang-sayang , Oinanikeke)ternyata belum
diterima oleh teman-teman INO,kata mereka itu belum spesifik kolintang ,itu
dimiliki secara nasional di seluruh Indonesia.
Mereka meminta:"yang kolintang,...yang kolintang
asli,yang Minahasa asli....." ...hmmmm? plonga-plongo(bengong) dulu
sejenak..
Dari pada bengong,seorang teman dari Sumatera
Barat,mencontohkan dengan nada nada serunainya,agar kolintang
mengikutinya,tetapi lagu Melayu yg dimainkan kolintang mengikuti serunai tidak
cocok menunjukkan karakter kolintang.
Oleh teman yang lain diusulkan menggunakan tangga nada
pentatonis saja,karena kebanyakan musik-musik daerah bertangga nada pentatonis.
Memerlukan waktu seharian untuk menggali lebih dalam sejarah
kolintang,sampai akhirnya saya putuskan menggunakan nada pentatonis untuk
karakter musik kolintang,karena memang menurut sejarah kolintang bertangga nada
pentatonis,bahkan era sebelumnya lagi hanya bernada tritonis.
Keesokan harinya saya memainkan musik kolintang dengan
tangga nada pentatonis,tapi masih 'ngeyel' mencoba mengkombinasikan dengan
tranposisi-modulasi beragam nada dasar,supaya lebih sepadan dengan kemampuan
instrumen kolintang jaman now.
Pada saat memainkan kolintang dengan pentatonis
bermodulasi,ternyata tidak disetujui pak Franki Raden (pimpinan INO
),katanya:"itu karakter suara marimba,bukan kolintang",akhirnya saya
diminta untuk tetap memainkan dengan tangga nada pentatonis,tetapi dengan
tambahan nada tertentu supaya tidak terlalu ketara pentatonisnya.
Alhasil karakter kolintang yang "diterima"
terdengar seperti tangga nada Blues,supaya tidak terlalu blusukan ke dalam
Blues saya memberi penekanan ke nada tritonis(nada-nada kolintang kuno),dan
supaya ada kesan rintihannya saya mainkan bau-bau musik Maka'aruyen(Blues nya
orang Minahasa).
Aroy.......
@kolintang Markus Sugi
Link:
No comments:
Post a Comment