May 14, 2023
May 10, 2023
May 9, 2023
Apr 9, 2023
In memoriam Petrus Kaseke
Pelopor kolintang di Tanah Jawa Petrus Kaseke meninggal dan
dimakamkan pada tanggal 17 Agustus 2022 di Bancaan Salatiga. Ia meninggal dalam
usia 80 tahun setelah mengatakan kata perpisahan :” Sudah ya, saya mau
istirahat.” di Rumah Sakit Telogorejo Semarang.
Tulisan ini untuk mengenang almarhum sebagai sosok pengajar
musik, pemimpin paduan suara dan pejuang kolintang yang tetap berkarya sampai
akhir hayatnya. Sebagai orang yang tinggal dengan beliau sejak kecil tentu
memiliki banyak kenangan dan pelajaran yang diambil dari keteladanannya. Bagi
saya Petrus Kaseke adalah guru sekaligus orang tua.
Petrus Kaseke lahir pada tanggal 2 oktober 1942 di Minahasa
Sulawei Utara. Masa kecil Petrus Kaseke banyak berhubungan dengan musik dan
lagu-lagu karena orangtuanya Yohanes Kaseke adalah seorang pendeta gereja
Pantekosta.
Meskipun berasal dari keluarga ningrat karena kakek buyutnya
yang bernama Petrus Kaseke juga, menikah
dengan putri raja Ratahan Dotu Maringka, tetapi bukan hal itu yang
membanggakannya. Hal yang paling dibanggakan adalah kakeknya yang seorang
tukang kayu yang diabadikan menjadi nama anak sulungnya yaitu Leufrand Kaseke.
Sedangkan nama almarhum ibunya Adeline Komalig dikenang menjadi nama anak
bungsunya Adeline Kaseke.
Petrus Kaseke adalah sosok perantau Minahasa yang mempunyai
keterikatan kuat dengan budaya asalnya. Darah Minahasanya seolah-olah
mengarahkan untuk menetap di kota Salatiga. Angka tiga dan kelipatannya adalah
angka favorit suku Minahasa sejak jaman kuno. Secara kebetulan Salatiga berasal
dari kata ‘sela tiga’ yang artinya tiga batu. Konsep tiga dan kelipatannya
dipakai untuk mengembangkan kolintang. Tangga nada kolintang yang mula-mula
almarhum ciptakan berupa 9 nada yaitu tangga nada diatonis (7 nada) ditambah nada Bb ( satu mol menurut istilah beliau)
dan nada F# ( satu kruis).
Sela tiga ini pula yang menjadi patokan penyelarasan nada
dalam pedagogi kolintang Petrus Kaseke.
Seumur hidupnya hanya usaha Kolintang Angklung yang
ditekuninya baik pada saat banyak permintaan untuk mensupply alat musik ,
maupun disaat resesi dan sepi order.
Dalam hal Angklung ,meskipun termasuk alat musik tradisional
dari Jawa, tetapi Petrus Kaseke memberi sentuhan Minahasa. Angklung chord
produksi Petrus Kaseke terlihat dari susunan tiga tabung yang menempatkan nada
dasarnya di antara dua tabung lainnya yang dikenal sebagai chord pembalikan
kedua, misalnya chord C dengan komposisi nada 5-1-3. Nada dasar di tengah
mengikuti konsep leluhur Minahasa Toar yang dari kata Tuur atau batang utama
yang merupakan pusat keseimbangan.
Aktifitas-aktifitas almarhum yang dilakukan di masa tuanya
sebelum pandemi:
-Pemimpin paduan suara Angklung Kolintang di gereja Bethany
Salatiga.
-Pengajar musik di sekolah Alkitab Magelang.
-Penasihat di Dewan Pengurus Daerah Pinkan (Persatuan Insan
kolintang Nasional) Jawa Tengah.
Di akhir
hayatnya almarhum masih aktif bermain kolintang bahkan bersama dengan
cucu-cucunya mengikuti lomba virtual kolintang, kegiatan yang biasa dilakukan
selama pandemi Covid.
Petrus Kaseke merupakan pengrajin kolintang yang produksinya
banyak tersebar di nusantara bahkan
seluruh dunia. Tidak heran apabila pemerintah Provinsi Jawa Tengah
memberikan sertifikat penghargaan sebagai inisiator dan Tokoh Pengembangan
Musik Kolintang di Tanah Jawa.
Petrus Kaseke kini telah meninggalkan kita. Saya bersyukur
mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu dari almarhum dan bersama-sama
menuangkan dalam buku yang unik tentang Kolintang Minahasa.
Oleh: Markus Soegiarto.
Penulis adalah pemain dan pengajar kolintang yang bersama
dengan Petrus Kaseke mengarang buku Maimo Kumolintang.
Jan 12, 2023
Lumimuut antara mitos dan kenyataan
Cerita tentang asal-usul leluhur Minahasa, selalu jadi topik bahasan yang menarik.
Sumber yang sering menjadi bahan rujukan adalah nyanyian Karema yang dinyanyikan pada upacara adat Minahasa oleh Walian (pendeta wanita).Kutipan syair yang diambil dari buku " Uit Onze Kolonien" tulisan.H.Van Kol. terbitan tahun 1903.dalam bahasa Tombulu " De Zang van Karema" tentang asal Lumimuut sebagai berikut:
SYAIR KE-SEPULUH:
Yah ongah u nuwuk’ku ing kumua wia ni sia
Wewe’an un Aoan nah-gio-gioan, ang kenap-sena’na
Ni itu ya tanu lalem-lalemdeman, wo tanu zuni-zuni’an
Ya wituma un Arina, Linengkaran niaku
Artinya:
Dengan jelas aku berkata kepada-nya
Ada bukit-bukit yang berhadap-hadapan, yang terang dengan cahaya
Tempat itu tampak seperti berkabut awan, dengan warna seperti pelangi
Di sanalah tempatnya, aku dilahirkan
SYAIR KE-SEBELAS:
U ngaran nei ketor um pusez ni Inaku-ku en WENGI
Yah si Ama’ku ka’uman, wen KAWENGIAN u ngaranan
Ni Sera se timau’ niaku, witu um bantang
Ni sera se nimayome niaku, witu u louz
Artinya:
Nama ketika tali pusar dipotong dari ibu adalah WENGI
Dan ayahku, bernama Kawengian
Mereka yang memasukkan aku dalam perahu-rakit
Mereka , yang telah mengayunkan ke-laut.
Berdasarkan Syair ke-sebelas, ayah Lumimuut bernama Kawengian yang artinya ‘Bintang Sore’ maka menguatkan anggapan cerita leluhur Minahasa adalah mitos yang merujuk kepada ilmu astronomi kuno. Sistim Tata surya tentang Toar personifikasi Matahari dan Lumimuut personifikasi Bumi.
Untuk yang tertarik dengan keseimbangan alam semesta versi Minahasa dapat membaca buku Maimo Kumolintang Harmoni Semesta by Petrus Kaseke ( kolintang.co.id)
Berdasarkan Syair ke-sepuluh, tempat Lumimuut dilahirkan di antara dua bukit yang terang dengan cahaya.Tempat itu tampak seperti berkabut awan, dengan warna seperti pelangi.
Apakah tempat itu ada di bumi?
Dari jurnal:Phill. M.
Sulu, Quo Vadis Tou Minahasa ? (Yogjakarta: Graha Cendikia, 2016)
Para ahli
antropolog mengatakan bahwa nenek moyang orang Minahasa berasal dari daerah
Mongolia Utara, hal ini disebabkan oleh banyak faktor penunjang dari hasil
penelitian. Hasil paling mendukung mengenai hal ini adalah persamaan prototipe
antara orang Mongol dan orang Minahasa antara lain, warna kulit yang kuning
langsat, bentuk bahu yang kekar, mata yang agak cipit dan banyak bagian tubuh
yang punya kemiripan serta hal yang menguatkan penelitian ini yakni, jejak sejarah
migrasi bangsa Mongolia sesuai dengan letak geografis dan kondisi oceanagrafis.
Legenda Toar Lumimuutpun sering dikaitkan dengan tanah asal usul orang
Minahasa. Konon, nama Toar dan Lumimuut, memiliki kaitan dengan bahasa dan nama
yang ada di Mongolia.
Hore!! Dengan kemajuan teknologi sekarang lebih mudah mencari lewat internet.Jadi tempat ini benar-benar ada bukan foto editan, fotographernya Svetlana Kazina orang Altai (Mongolia) juga sudah singgah ke Instagram @kolintang.
Melihat IGnya Svetlana Kazina, sesuai dengan yang di deskripsikan oleh Phill. M. Sulu.
-
Daeng Soetigna adalah tokoh angklung modern yang pada tahun 1938 berhasil membuat angklung diatonis yang digubahnya dari angklung tradisiona...
-
Link ini https://www.youtube.com/watch?v=FSDTQXK9jds adalah video pemain perkusi bernada memainkan lagu klasik yang temponya cepat, The...
-
Selama melayani pembeli kolintang,saya sering menghadapi pertanyaan pertanyaan tentang perbandingan kwalitas suara bilahan kayu Waru deng...